Sejarah Pembentukkan Struktur Pemberdayaan Bumiputera
“Resor Wilayah Atau Klasis”
Zending UZV Papua di wilayah Resor Holandia-Nimboran, pertama kali mengadakan konferensi tahunan di Yoka pada tahun 1948. Konferensi zending di Yoka memutuskan beberapa kebijakkan strategis sebagai jalan keluar atas krisis dahsyat yang pernah dihadapi oleh Zending sejak hadir di Nieuw Guinea 1855-1939. Krisis yang disebabkan oleh unsur konflik politik global dengan persenjataan modern. Bagi UZV segera melakukan “pemberdayaan bagi kaum bumi putra” pasca-krisis kepemimpinan zending di masa perang dunia kedua, krisis kepemimpinan itu berkaitan dengan kevakuman pelayanan yang terjadi akibat bencana perang, saat di mana para zendeling di tangkap, sebagian di bunuh, dipenjarakan, dihilangkan oleh tentara Jepang, dan sebagian lainnya mengungsi ke luar Nieuw Guinea. Kondisi tanpa Zendeling sama dengan tanpa ibadah, tanpa sakramen, tanpa buku-buku pelajaran di Sekolah, tanpa Administrasi penyediaan tenaga Pengajar yang terkontrol, dan seterusnya. Zendeling Spreeuwenberg dalam laporannya kepada UZV tanggal 13 Februari 1946 ia menyatakan untuk mengimbangi kondisi kevakuman pasca perang dunia kedua usai, turne(melakukan suatu tugas ) sebagai salah satu asset konsolidasi sekaligus cara lain untuk menyatakan bahwa perwakilan zendeling yang dimasa perang umat melihat mereka ditangkap, dibunuh atau mengungsi itu, sekarang karya yang sama digiatkan oleh bumiputera, salah satunya seperti yang terjadi di Resor Holandia-Nimboran. Ketua Resor masa Darurat Perang Resor Holandia-Nimboran diangkat dan dipercayakan kepada Guru Besar Amos Pasalbessy. Ini adalah kepercayaan dan kebijakkan darurat karena kondisi perang, dalam keseluruhan turne yang dilakukan di seluruh wilayah Holandia-Nimboran, Spreeuwenberg menyimpulkan dua kondisi umum yang terjadi : Kondisi pertama : Keadaan jemaat-jemaat seperti “anak ayam kehilangan induk pelindung dan pengayomnya” ; kondisi kedua : konflik iman antara terus mengenakan jubah baru yang dipakaikan oleh Zendeling dengan nama Injil ataukah melepaskan jubah baru Injil dan kembali mengambil dan mengenakan jubah lama tradisi dan adat-istiadat moyang. Inilah kondisi yang begitu nyata dihadapi dan segera dijawab. Tugas utama dan maha berat justru dihadapi pada masa yang terbuka dan modern ini, dan dalam keadaan yang demikian bagaimana peran “orang-orang bumiputera bercerita dengan bahasa bumiputera tentang “kebenaran baju baru Injil dan kehidupan bermartabat yang mengikutinya, satu solidaritas tanpa membedakan suku, bangsa dan bahasa”. Spreeuwenberg menyaksikan pengalaman ini, pengalaman yang dihadapi oleh seorang guru besar bumiputera Amos Pasalbessy dan bagaimana Tuhan Yesus karuniakan kepadanya Roh Kudus, hikmat dan kebijaksanaan, dan dengan kemampuan itu ia loyal dan memiliki semangat juang dan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan jemaat-jemaat di wilayah pelayanan Resor. Ia harus berani meyakinkan umat untuk “mengubah kegelisahan menuju kepastian iman didalam Tuhan Yesus dan terang Injil-Nya”. Pandita Spreeuwenberg memberitahukan kepada jemaat-jemaat bahwa konferensi UZV Papua akan segera dilaksanakan pada tahun 1948 di wilayah Holandia-Nimboran pasca perang dunia kedua usai dan kondisi kevakuman pasca perang dunia kedua segera dipercakapkan dan diambil kebijakkan strategis ; dari pengalaman kerja, turne dan komunikasi yang terus dihubungkan dengan jemaat-jemaat seperti yang digiatkan oleh Guru Besar Amos Pasalbessy sebagai Ketua Resor Darurat Holandia-Nimboran arah perubahan kebijakkan tentang pembentukkan struktur pemberdayaan di bawah Resor yang diberi nama “kepanjangan tangan Resor” atau “Resor Wilayah” atau sekarang lazim dikenal dengan nama “Klasis” segera dipercakapkan dan dibuat dalam bentuk kebijakkan resmi konferensi Zending Yoka 1948.
Ketua Resor Holandia-Nimboran tahun 1948 adalah tuan Pandita Jan Pieter Kabel, melanjutkan kepemimpinan setelah Spreeuwenberg dan Amos Pasalbessy untuk masa darurat perang. Konferensi Zending di Yoka tahun 1948 menghasilkan beberapa kebijakkan strategis, beberapa diantaranya : segera mengembangkan “struktur pemberdayaan bumi putra” sebagai kepanjangan tangan Resor di wilayah kerja dan pelayanan Resor. Sejak tahun 1948 “Sejarah Pembentukkan Resor Wilayah” diamanatkan untuk diberlakukan sebagai salah satu struktur di bawah Resor. kemudian dinamakan sebagai “Klasis”. Kepengurusan Resor wilayah atau Klasis bukan dipilih oleh Jemaat-Jemaat tetapi Ketua Resor Wilayah atau Klasis ditentukan oleh Resor. Resor memilih seorang Resor Wilayah sebagai kepanjangan tangan dari Resor yang bekerja di wilayah tertentu dengan pertimbangan mendasar bahwa ia adalah seorang yang memiliki masa kerja yang cukup di wilayah dimaksud, ia memiliki hubungan yang baik di wilayah dimaksud, loyalitas dan pengabdiannya dalam pelayanan ; memiliki kemampuan membangun hubungan dan komunikasi yang baik ; ia mengenal wilayah pelayanan dengan baik, dst. Atas dasar pertimbangan yang demikian inilah Resor menentukan satu orang bumi putera masuk dijalur “struktur pemberdayaan bumiputera”, dipercayakan sebagai Ketua Resor Wilayah atau Ketua Klasis, dengan demikian persiapan kepemimpinan Resor dikemudian hari dipercayakan kepada bumiputera sudah dimulai, dan memulai dari mempercayakan seorang bumiputera menjadi pemimpin Resor Wilayah atau Klasis.
Sumber Pustaka
Buku Pegangan Pelayanan Ibadah GKI di Tanah Papua,77 Khotbah Tahun 2022.Oleh Pendeta .Willoali,Halaman 1 s.d 6
Gereja Kristen Injili di Taah Papua (BKI)
Badan Pekerja Am Sinode